PERANAN DAN FUNGSI MAHASISWA

Mahasiswa sebagai refresentasi dari kalangan masyarakat yang di harapkan menjadi motor penggerak hari ini sudah mulai terkikis secara perlahan-lahan,hal ini disebabkan karena mahasiswa telah lupa dan mungkin melupakan sejarah gerakan mahasiswa di tanah air kita ini.
Salah satu peran mahasiswa yg hari ini mulai terkikis bahkan sangat jarang terlihat adalah gerakan mahasiswa yang senantiasa membela masyarakat dalam aspek apapun.
Mahasiswa hari ini cenderung bergerak di wilayah kebutuhannya sendiri tanpa sedikitpun memperhatikan dari pada tugas dan fungsi mahasiswa itu sendiri.
seperti apa yang sudah di rumuskan dalam TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI poin ke 3 yakni mengabdikan diri secara langsung kepada masyarakat hari ini itu cuma hiasan dan prinsip khayalan saja, logika sederhananya bagaimana kita mau mengabdikan diri kepada masyarakat ketika di kampus saja kita lebih mengedepankan ekspektasi sendiri tanpa sedikitpun melek sosial di sekitar ataupun di dalam kampus ?
Hal ini perlu di sikapi dengan seksama karena hilangnya gerakan dan idealisme mahasiswa itu menjadi awal kehancuran sebuah bangsa dan negara.
Pada tanggal 28 oktober 1928 para pemuda merumuskan sebuah gagasan untuk mengawali gerakan menuju kemerdekaan indonesia, pada tahun 1965-1966 mahasiwa meruntuhkan rezim soekarno yang disinyalir berafiliasi dengan PKI, pada tahun 1998 mahasiswa pun menjadi dalang runtuhnya rezim soeharto dengan kediktatorannya. Hari ini apa yang sudah mahasiswa lakukan ketika melihat kondisi bangsa indonesia sudah tidak jelas kemana arahnya ?
Namun kita tidak bisa menafikan keadaan karena mungkin merosotnya gerakan mahasiswa itu dikarenakan berbenturan dengan kebutuhan pribadinya. Hal ini sering terjadi dikalangan mahasiswa khususnya mahasiswa STAI AL-Azhary Cianjur yang mayoritasnya adalah mahasiswa yang mempunyai tanggung jawab, seperti pekerjaan,keluarga dll.
Di cianjur terdapat beberapa kampus yang memang menjadi distributor mahasiswa terbanyak sepertiSTAI AL-Azhary,Universitas Suryakancana,Universitas Pemuda Indonesia dan STIS-NU. Hal ini mengindikasikan bahwa minat masyarakat cianjur dalam aspek pendidikan sungguh sangat memberikan respon positif.
Namun disamping banyaknya mahasiswa yang masuk ke Universitas atau perguruan tinggi khususnya di Cianjur ini mereka seakan-akan melupakan khittah mahasiswa itu sendiri maka timbulah istilah-istilah seperti mahasiswa apatis,hedonis,dan pragmatis hal ini sudah bertolak belakang dengan fungsi mahasiswa sebagai agent of change.
Ini dibuktikan semakin maraknya kebijakan-kebijakan pemerintah cianjur yang cenderung mendisdekritkan rakyatnya seperti maraknya industri-industri,tempat prostitusi,dan tempat-tempat yang menyampingkan kesejahteraan masyarakat cianjur sehingga cianjur yang dulu terkenal sebagai kota santri hari ini lebih terkenal dengan sebutan kota industri dan prostitusi.
kurangnya minat berorganisasi mungkin itu menjadi salah satu faktor kemerosotan gerakan mahasiswa karena organisasi intra maupun ekstra seperi PMII,HMI,dan GMNI selalu menjadi wadah gerakan mahasiswa umumnya.
Mungkin dengan selalu berdiskusi di kampus,ataupun mengikuti kajian-kajian keorganisasian setidaknya itu akan mengikis budaya-budaya negatif di intern mahasiswa itu sendiri karena itu akan sedikitnya membangun paradigma kritis transformatif kita sebagai agent of change,agent of iron stock,dan agent of control sosial yang di rangkum dalam kajian mahasiswa dan tanggung jawab sosial.
 Tagan Terkepal dan Maju ke Muka
LAWAN...!!! LAWAN...!!! LAWAN...!!!

Muhammad Ridwan

Mahasiswa STAI AL-Azhary
Sekbid 1
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

Related Posts:

REFLEKSI HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Hari Pendidikan Nasional yang kemudian di singkat menjadi Hardiknas hari nasional untuk refleksi pendidikan di Indonesia. Hari nasional ini kemudian diperingati setahun sekali yakni pada tanggal 2 Mei. Tanggal 2 Mei menjadi pilihan karena merupakan hari lahir tokoh pendidikan Nasional Indonesia yakni Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara tentunya tidak asing lagi ditelinga bangsa Indonesia. Buah pemikirannyalah yang menjadi symbol pendidikan Indonesia hari ini. Pemikiran inilah yang kemudian menjadi benih-benih tumbuhnya pendidikan di Indonesia. Bangsa Indonesia tentu sangat beruntung memiliki tokoh sperti Ki Hajar Dewantara ini. Buah pemikiran inilah yang menjadi reformasi pendidikan di Indonesia hari ini yakni Ing Ngarso Sing Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Ketiga kata inilah kemudian menjadi pusaka perjuangan yang masih melekat di pendidikan Indonesia yang menjadi Simbol pendidikan kita. Lalu masih ingatkah kita semua makna dari ketiga kata ini? Berikut sedikit saya jelaskan ; Ing Ngarso Sun Tolodo Ing Ngarso memiliki arti yakni dimuka atau di depan sedangkan Sunberasal dari kata Ingsun yang artinya saya dan Tulodo yang artinya Teladan. Jika kita maknakan Ing Ngarso Sun Tulodo menggambarkan bahwa ketika menjadi pemimpin harus mampu menjadi tauladan (contoh) bagi orang yang dipimpinnya. Kata ini mengandung arti yang sangat luar biasa bagi kehidupan bangsa hari ini. Kenapa demikian? Pemimpin tentunya adalah harapan rakyat, yang mampu berdiri didepan yang dapat menjadi contoh suri teladan bagi rakyatnya. Pemimpin yang tidak hanya mementingkan apa yang dibutuhkan, apa yang diinginkan oleh nafsu individualitasnya melainkan apa yang dibutuhkan oleh orang banyak. Setiap orang di bangsa ini tentu mengharapkan hal yang baik dari pemimimpinnya. Tempat mengadu, tempat berlindung itulah harapan yang terselip dalam setiap keinginan bangsa ini. Lantas dalam pendidikan hari ini sudahkah menghasilkan demikian? Masih adakah kata Tulodo yang diciptakan oleh pendidikan kita? Jika melihat satu persatu pemimpin kita mulai satu persatu menjadi daftar koruptor. Belum lagi perbuatan Anmoral pejabat-pejabat kita di pemerintahan perselingkuhan, pembunuhan, pemerasan, bahkan tindakan asusila. Inikah keinginan Tulodo Ki Hajar Dewantara? Ing Madyo Mbangun Karso Ing Madyo berartika di tengah-tengah, Mbangun artinya membangkitkan atau mengguggah sedangkan Karso berartikan bentuk kemauan atau niat. Ini memberikan makna yang sangat luar biasa. Pendidikan selain sebagai Tauladan juga harus mampu ditengah kesibukannya itu dalam membangkitkan atau menggugah semangat disekitar lingkungannya. Tidak sebatas itu saja, pendidikan dalam makna Ing Madya Mbangun Karso tidak lain adalah menuntuk pendidikan khususnya mampu memunculkan inovasi-inovasi dilingkungannya. Pendidikan tentunya mengharapkan timbul atau terciptanya lingkungan yang nyaman, aman, tentram, aman dan kondusif. Ini tentu harapan besar yang dulunya ditanamkan oleh Ki Hajar Dewantara untuk di lakukan hari ini bukan. Setelah menempuh pendidikan seseorang tentu diharapkan memiliki inovasi-inovasi baru buat dirinya pribadi maupun untuk orang disekitarnya. Jika dimaknai dengan seksama, ajaran kedua ini memang sarat dengan makna kebersamaan, kekompakan dan kerjasama. Tentunya kata Ing Madya bukan kemudian dilihat sebagai arti di tengah-tengah semata, melainkan harus dimaknai luas. Bangsa bertujuan dengan adanya pendidikan mampu tentunya menghasilkan pemimpin-pemimpin yang mampu melihat dan berada ditengah-tengah. Ini tentu yang dibutuhkan rakyat hari ini, melihat kredibilatas rakyat mulai mengalami degradasi atas pemimpinnya. Pemimpin hanya melihat orang yang dipimpinnya hanya sebagai bawahan tidak kemudian berada ditengah-tengah mereka. Dengan begitu pemimpin tentunya mampu melihat kebutuhan rakyatnya dan tidak membuat penderitaan terhadapnya. Tidak hanya itu, dengan berada ditengah-tengah pemimpin tentunya diharapkan kreatif dalam melihat kondisi, tentunya akhir dari semua itu adalah melindungi segenap yang dipimpinnya sehingga kesejahteraan menghampirinya. Tut Wuri Handayani Jika kata yang dua diatas jarang kita melihatnya jika tidak membuka buku sejarah, berbeda tentunya jika kata ketiga ini. Tut Wuri Handayani, kata yang memang tidak lagi asing dimata dan ditelinga rakyat Indonesia. Tidak herang memang, karna kata ini terpampang jelas pada logo pendidikan kita. Logo yang digunakan disetiap sekolah terpampang di topi-topi sekolah siswa. Lalu apakah arti kata ajaran Ki Hajar Dewantara ini? Tut Wuri artinya adalah mengikuti dari belakang sedangkan Handayani artinya memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Jadi Tut Wuri Handayani adalah seseorang harus mampu dibelakang memberikan dorongan moral dan menjadi semnagat kerja dari belakang. Ajaran ini yang kemudian menjadi semboyan dunia pendidikan kita hari ini. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, kenapa ajaran ketiga ini yang dipilih menjadi semboyan dunia pendidikan kita? Jawaban yang dapat kita ambil tentu karena maknanya yang sangat mendalam. Secara tidak langsung Ki Hajar Dewantara melalui Tut Wuri Handayani ini berpesan bahwa melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan diri seseorang menjadi Mandiri yang kemudian tentu tidak bergantung kepada orang lain. Sikap karakter yang harus dibangun oleh bangsa melalui pendidikan adalah menciptakan peluang seseorang berani menjadi pemimpin bukan hanya menunggu orang lain menjadi pemimpin. Dunia pendidikan Indonesia harus memiliki semangat itu melalui pendidikan. Pendidikan harus menjadi perantara dalam membentuk generasi-generasi baru yang tentunya mampu bersikap mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Saya kira itu penting, melihat arah pendidikan kita mulai diarahkan kepada materi orientid yang hanya berkiblat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pendidikan kita hari ini seakan hanya bergantung pada itu, seakan-akan jika tidak menjadi PNS tidak bisa bertahan hidup di negara ini. Suka atau tidak suka itulah kenyataan bangsa hari ini, lantas kemudian sungguh disesalkan perjuangan Ki Hajar Dewantara dulunya memperjuangkan ajaran ini tapi tidak mampu menjadi ideologi pendidikan bangsa. Hari Pendidikan Nasional bertepatan dengan tanggal 2 Mei 2016. Kembali Indonesia memperingatinya sekaligus refleksi pendidikan nasional. Hari pendidikan diperingati bukan sekedar untuk kira rayakan semata, melainkan menjadi refleksi kita bersama bahwa sesungguhnya sampai mana kita dapat mencetak kualitas penerus bangsa. Kita bersama tentu sadari bersama, bahwa kualitas sumber daya manusia merupakan kunci pertarungan dikancah internasional melihat dunia semakin hari semakin sarat dengan kompetisi. Ini tentu menjadi tantangan pendidikan kita sampai mana mampu menciptakan kualitas sumber daya manusia yang kompetitif dan inovatif. Jika kita lihat dunia saat ini tentu jauh berbeda dengan dunia dekade zaman dahulu, dimana duni Ki Hajar Dewantara di lahirkan. Bapak pendidikan ini berjuang agar penduduk Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak, karena dalam tekanan para penjajah. Melahirkan generasi bangsa emas yang mampu menjadi pemimpin kedepan hanyalah sebuah mimpi belaka di zaman itu. Bertarung keinginan dan harapan bagaimana Indonesia terbebas dari belenggu penjajahan adalah arah yang di cita-citakan. Lantas apa yang dicari melalui pendidikan hari ini sama dengan dulu? Tentu jawabnnya berbeda, melihat perkembangan zaman hari ini yang semakin global. Perubahan terjadi sangat cepat dan instan dalam skala eks ponensial yang tidak pernah ditemui umat manusia sebelumnya tentunya. Revolusi tekhonoli yang begitu cepat berkembang menjadi lompatan perubahan yang sangat signifikan sehingga mempengaruhi cara hidup, cara bekerja bahkan cara berfikir. Ini tentunya akan tetap terjadi untuk beberapa tahun kedepan. Perubahan teknologi ini akan terus merubah taraf signifikan zaman untuk dekade kedepan. Benar memang zaman Ki Hajar Dewantara dulu jauh berbeda dengan zaman hari ini, namun tentunya cita-cita dan semangat Ki Hajar Dewantara tentu tidak boleh kemudian kita hilangkan. Menyiapkan generasi bangsa yang mampu menjawab tantangan kedepan adalah tanggung jawab karakter Ki Hajar Dewantara hari ini. Semanagat itu harus tetap ada pada diri kita masing-masing bahkan harus menjadi akar dalam dunia pendidikan kita. Dalam sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini menyebutkan ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh anak bangsa yang dapat menjadi pegangang untuk menjawab setiap jamannya yakni : Kualitas Karakter ; kualitas karakter bangsa yang harus dimiliki tentunya adalah karakter moral dan karakter kinerja. Karakter moral tentunya harus dimiliki oleh setiap generasi bangsa. Terpuruknya negara beberapa dekade terakhir tidak luput dari hilangnya karakter moral di Indonesia. Karakter moral itu tentunya seperti nilai Pancasila, keimanan, ketaqwaan, intergitas, kejujuran, keadilan, simpati, sopan santun dan lain sebagainya. Sedangkan karakter kinerja adalah keseimbangan antara karakter moral. Ini harus dilakukan karena lagi-lagi melihat kondisi bangsa hari ini. Terjadinya korupsi yang sudah masuk kesetiap lini kehidupan bangsa tidak lain juga akibat dari ketidak adaan karakter kinerja. Generasi bangsa selalu mengharapkan sesuatu yang instan, sehingga malas bekerja tetapi ingin memperkaya diri. Generasi bangsa harus memiliki sikap kerja keras, ulet, tangguh, gigih dan berjiwa kepemimpinan. Generasi bangsa harus mampu membalancekan kedua karakter ini agar menciptakan pribadi yang tidak hanya jujur tapi malas melainkan jujur dan kerja keras. Kemampuan Literasi ; kemampuan literasi juga harus dimiliki oleh generasi bangsa kedepan. Kenapa demikian? Yang kita ketahui adalah pendidikan Indonesia selalu mengedepankan siswanya hanya pada kemampuan literasi baca, tulis dan berhitung. Untuk menghadapi tantangan global pendidikan kita juga harus memperkuat literasi sains, literasi teknologi bahkan sampai literasi budaya. Kompetensi merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh generasi bangsa. Kompetensi ini adalah kemampuan dalam menghadapi tantangan global di era 21. Tentu dengan keberadaan era yang semakin kompleks memiliki banyak problem yang terstruktur. Maka jiwa kompetensi berfikir kritis dalam menyelesaikan setiap masalah harus dimiliki oleh generasi bangsa. Lantas ketiga komponen ini apakah mungkin menjadi jawaban atas permasalahan pendidikan kita hari ini dan kedepan? Tentu tidak mampu bisa kita ramalkan. Yang menjadi harapan bersama hari ini tentunya adalah bagaimana di peringatan hardiknas 2016 hari ini adalah tetap bagaimana sosok seorang Ki Hajar Dewantara tidak boleh lekang oleh waktu. Masa-masa kedepan maupun era-era kedepan harus tetap ada sosok bapak pendidikan ini. Semoga!!!

Oleh: 
Muhammad Ridwan
Wakil Sekretaris I Bidang Internal
PK. PMII STAI Al-Azhary Cianjur



Related Posts: